VeneZuela Saja Berani Menasionalisasi Tambang-tambang Asing, Argentina Baru Saja Menasionalisasi Perusahaan Spanyal Repsol Untuk mensejahterakan Rakyat dan Bangsanya, Indonesia di Bawah SBY Makin Ga Karuan Padahal Presiden Soekarno telah mencontohkan. Ingat...!! Kasus MESUJI dsb itu bukti Real bahwa Para Pejabat Rela mengorbankan Rakyat sbgai Tuan2 Tanah yg di Tipu dan Dibodohi hnya untuk menjadi KULI2 ASING

Semangat Para Blogger Jogja Dalam Pro Penetapan

  • Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe = Tidak usah bersombong hal terbaik apa yg tlh  kau berikan untuk Rakyat dan bangsamu.
  • Gila Pangkat, Jabatan dan Sanjungan Para Pejabat Kini Rela Melacurkan Diri tuk Memperkaya Diri Sendiri dan Menenggelamkan Bangsanya Sendiri.
  • Di Jaman PERANG KEMERDEKAAN Prajurit2 ini Ikut Mengusir Penjajahan dari Bumi Pertiwi.
  • HAMEMAYU HAYUNING BAWONO.
  • Kawulo Metaram Siap Berpisah Dengan NKRI.
  • Pejabat Ga Tau Sejarah Kok Bisa Jadi Presiden.
  • Mentang-Mentang Jd Pejabat Seenaknya Sendiri Menggunakan Kekuasaanya.
  • Semangat, Jiwa dan RUH Rakyat Mataram Tdk Bisa di Pisahkan Dari Sejarah Keistimewaan.

Info Terhangat

Orang2 Baik Dikriminalisasi, Seperti Anthasari, Susno Duadji, Tdk Bakal ditetapkannya Andi Nurpati jd Tersangka Olh Polri & Pasti Nikung Keyanglain, Kasus Gayus di Hentikan Polri hnya smp dirinya, Yg Salah Bagaikan Dewa diBela dr Belakang seolah2 tdk Intervensi. Penuh Tipu Muslihat, Memberantas Korupsi Tetapi Paling Gede Berkorupsi Ria. Inilah Demokrat Gaya Baru Orde Baru. Mari Kita Berikrar Kalo KORUPSI ITU LEBIH BIADAB DARI TERORISME dan Wajib di Hukum Mati, Krn Korupsi Bs Mnghancurkan Negeri Indonesia Ini

Sabtu, 07 Juli 2012

Sejarah Kekuatan Prajurit Keraton Yogyakarta

Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwono I sekitar abad 17. Tepatnya pada tahun 1755 Masehi. Prajurit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri dan kavaleri tersebut sudah mempergunakan senjata-senjata api yang berupa bedil dan meriam. Selama kurang lebih setengah abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini terbukti ketika Hamengkubuwono II mengadakan perlawanan bersenjata menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie pada bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bahwa perlawanan dari pihak Hamengkubuwono II hebat sekali. Namun semenjak masa Pemerintahan Hamengkubuwono III kompeni Inggris membubarkan angkatan perang Kasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Oktober 1813 yang ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono III dan Raffles, dituliskan bahwa Kesultanan Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, keraton hanya boleh memiliki kesatuan-kesatuan bersenjata yang lemah dengan pembatasan jumlah personil. Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melakukan gerakan militer. Maka sejak itu fungsi kesatuan-kesatuan bersenjata sebatas sebagai pengawal sultan dan penjaga keraton.

Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembali berkuasa pasukan-pasukan bersenjata yang sudah lemah tersebut makin dikurangi sehingga tidak mempunyai arti secara militer. Menurut catatan yang ada, semasa pemerintahan Hamengkubuwono VII sampai dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono VIII yaitu antara tahun 1877 sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kraton yang meliputi: Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo, Jogokaryo, Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro, Surokarso dan Bugis.
Pada paruh akhir abad ke-18, Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki pasukan bersenjata yang cukup disegani kekuatannya. Pasukan ini terdiri dari pasukan infanteri dan kavaleri yang sudah dilengkapi dengan senapan api dan meriam, disamping berbagai senjata tradisional seperti pedang, tombak dan panah.  
Prajurit Keraton Yogyakarta
Prajurit Keraton Yogyakarta
Adanya pasukan ini tidak terlepas dari keberadaan para prajurit dan laskar-laskar rakyat yang menjadi pendukung setia Pangeran Mangkubumi yang di kemudian hari bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono I. Menjelang berdirinya Kasultanan Yogyakarta, kekuatan bersenjata dibawah pimpinan Pangeran Mangkubumi, diakui kekuatannya saat menghadapi berbagai pemberontakan di Kasunanan Surakarta. Pasukan ini juga gigih melakukan perlawanan terhadap tentara Kompeni Belanda. Dalam sebuah pertempuran di nJenar di wilayah Bagelen misalnya. Komandan pasukan Belanda bernama Mayor Klerck berhadapan langsung dengan abdidalem Mantrijero bernama Wiradigda. Tombak Wiradigda berhasil menusuk bahu Sang Komandan, hingga pedang marsose yang dibawanya terjatuh. 

Mayor Klerck kemudian mengambil pistol dan mengarahkannya ke Wiradigda. Namun pada saat yang tepat, prajurit bernama Prawirarana berhasil menusukkan tombak ke leher sang musuh hingga tewas seketika. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 1751 dan memicu trauma yang mendalam di pihak Kompeni Belanda. 

Tombak itu, saat ini diabadikan sebagai salah satu pusaka Keraton Kasultanan Yogyakarta, dengan nama Kanjeng Kyai Klerek. Pasca peristiwa Palihan Nagari yang ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada bulan Pebruari 1755 yang memecah Kerajaan Mataram menjadi 2 bagian, Surakarta dan Yogyakarta, para prajurit dan laskar rakyat pendukung setia Pangeran Mangkubumi ini, menjadi salah satu pilar penting berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Pada masa Sultan Hamengku Buwono II, kekuatan bersenjata Keraton kembali membuktikan kekuatannya pada saat menghadapi serbuan Balatentara Kompeni Inggris yang terdiri dari orang-orang Sepoy dari India, dibawah pimpinan Kolonel Gillespie. Perisitiwa ini terjadi pada tahun 1812 dan dikenal sebagai peristiwa Geger Sepoy atau Geger Spei, yang berujung dengan jatuhnya Keraton ke tangan Kompeni Inggris disertai penangkapan dan pembuangan Sri Sultan Hamengku Buwono II ke Pulau Penang.
Bregada Prajurit Prawiratama, salah satu bregada (kesatuan) prajurit di Keraton kasultanan Yogyakarta sedang beristirahat di salah satu halaman Keraton, kemungkinan di Kemandungan Lor (Keben) atau di Kemagangan Kidul. Diabadikan pada tanggal 9 Oktober 1929 oleh Dr. W.G.N. van der Sleen. Tidak ada informasi yang jelas dalam acara apa foto ini diambil. Mengingat tidak setiap saat para prajurit mengenakan busana parade resmi, kemungkinan pada tanggal tersebut sedang berlangsung upacara adat tertentu seperti Garebeg. Jikalah bukan, kemungkinan Sultan Hamengku Buwono VIII yang bertahta saat itu sedang menerima tamu kehormatan.

Sebagai catatan tambahan, saat Balatentara Jepang menguasai Yogyakarta pada tahun 1942, Sultan Hamengku Buwono IX yang bertahta saat itu membubarkan semua kesatuan prajuritnya, untuk melindungi dan menghindarkan keterlibatan mereka dalam Perang Asia Timur Raya.
Image and Description By http://tempodoeloe.wordpress.com
Setelah peristiwa pendudukan Keraton oleh Balatentara Kompeni Inggris, dan sejak ditandatanganinya perjanjian politik antara Thomas Stamford Raffles dan Sultan Hamengku Buwono III pada bulan Oktober 1813, kekuatan bersenjata Keraton menyurut drastis. Dibawah pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, Kasultanan Yogyakarta tidak lagi dibenarkan memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Personil dan sistem persenjataan dibatasi sedemikian rupa, sehingga Keraton tidak mungkin lagi untuk melakukan gerakan militer. Sejak itulah fungsi kekuatan bersenjata Keraton, tidak lebih dari pengawal Sultan dan penjaga lingkungan Keraton.

Pasca tahun 1830, Setelah berakhirnya Perang Diponegoro, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda semakin mengurangi dan membatasi kekuatan militer Keraton. Meski memiliki hampir 1000 personel dengan berbagai jenis senjata, termasuk senjata api, namun keberadaannya sungguh tidak lebih hanya sebagai atribut pelengkap dalam kehidupan tradisi dan adat isitadat Keraton.

Hingga pada tahun 1942, keberadaan kesatuan bersenjata yang berusia hampir 2 abad itu, mencapai akhir riwayatnya. Saat itu, pada masa-masa awal pendudukan Balatentara Jepang, Sultan Hamengku Buwono IX membubarkan semua kesatuan bersenjata di Keraton Yogyakarta, untuk menghindari keterlibatan para prajuritnya dalam Perang Asia Timur Raya.

Baru pada awal tahun 70-an, Sultan Hamengku Buwono IX menghidupkan kembali keberadaan pasukan tradisional ini untuk melengkapi berbagai upacara adat dan atraksi pariwisata di Keraton Yogyakarta, khususnya dalam upacara Garebeg yang diadakan 3 kali setiap tahunnya.
Sumber:
http://www.tembi.org
http://ragam-khasjogja.blogspot.com

Salam Persahabtan dan Perdamaian. Anda sudah membaca artikel tentang Sejarah Kekuatan Prajurit Keraton Yogyakarta dan anda bisa menemukan judul artikel Sejarah Kekuatan Prajurit Keraton Yogyakarta ini di URL http://jogjakartaheart-fendyblog.blogspot.com/2012/07/sejarah-kekuatan-prajurit-keraton.html, anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel dgn Judul Sejarah Kekuatan Prajurit Keraton Yogyakarta ini bermanfaat untuk Web/Blog anda namun jangan lupa untuk copas pula link ini Sejarah Kekuatan Prajurit Keraton Yogyakarta sebagai sumbernya.

0 komentar:

Posting Komentar

APA KOMENTAR ANDA KLIK DISINI

Related Post: