Muharram tahun ketujuh Hijriyah, sebuah peristiwa penting dalam sejarah peradaban Islam terjadi di Khaibar. Pasukan kaum Muslimin bertempur melawan kaum Yahudi Khaibar yang terus memusuhi dan memerangi Islam. Dalam pertempuran itu, kaum Muslimin meraih kemenangan.
Khaibar adalah benteng pertahanan kaum Yahudi yang merupakan wilayah pertanian dengan delapan atau lima benteng yang melindungi. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith al-Nabawi, benteng-benteng Khaibar terletak di utara Madinah al-Munawarah arah Syam (170 km).
‘’Di antara benteng-bentengnya antara lain; Na’im, al-Qamush, asy-Syiq, an-Nathah, as-Sulalim, al-Wathin, dan al-Kutaibah,’’ ujar Dr Syauqi. Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, Khaibar adalah lahan pertanian yang terletak disebelah selatan kota Madinah. Jaraknya sekitar 65 kilo meter dari pusat kota.
Khaibar adalah daerah yang subur dengan ketinggian sekitar 850 meter dari permukaan laut. ‘’Khaibar adalah daerah paling subur di semenanjung Arab, setelah perkampungan Bani Sulaim,’’ papar Hamad Al-Jasir dalam Fi Syimal Gharbi Al-Jazirah. Mata air di wilayah Khaibar begitu melimpah ruah dan dikenal sebagai penghasil kurma terbanyak.
‘’Daerah itu juga dikenal sebagai Hijaz, karena kesuburan tanahnya dan bentengnya yang kokoh,’’ papar Dr Akram. Selain penghasil kurma, Khaibar pun dikenal sebagai penghasil biji-bijian dan buah-buahan. Di wilayah itu, menurut Dr Akram, juga terdapat sebuah pasar yang terkenal bernama An-Nithah yang dijaga ketat oleh kabilah Ghathafan.
Lantaran letaknya yang strategis secara ekonomi, maka wilayah itu dihuni oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama kalangan pedagang dan pengrajin hingga menambah ramai dan luasnya jaringan transaksi perdagangan. ‘’Sebelum menjadi wilayah Islam, penduduk Khaibar berasal dari berbagai etnis, seperti Arab dan Yahudi,’’ tutur Dr Akram.
Perang Khaibar
Sikap permusuhan Yahudi Khaibar terhadap kaum Muslimin mulai terjadi ketika para pembesar Bani Nadhir singgah di wilayah itu. Para tokoh Bani Nadhir yang mengobarkan permusuhan terhadap Islam itu antara lain; Salam bin Abul Haqiq, Kinanah bin Ar-Rabi, dan Huyay bin Akhthab. ‘’Mereka disambut penduduk Khaibar,’’ ujar Dr Akram.
Penduduk Khaibar memiliki andil yang begitu besar dalam mendorong kaum kafir Quraisy serta kabilah-kabilah Arab untuk memusuhi dan memerangi kaum Muslimin. Mereka, kata Dr Akram, menyumbangkan sebagian hartanya untuk memerangi umat Islam di Madinah. Bahkan, mereka berhasil membujuk Bani Quraidzah untuk mengkhianati perjanjian dan bersatu dengan musuh dalam Perang Ahzab.
Dalam pertempuran Ahzab, umat Islam meraih kemenangan. Setelah pertempuran itu, Rasulullah SAW memandang sikap kaum Yahudi di Khaibar telah menjadi ancaman serius. Hal yang pertama dilakukan Rasulullah SAW adalah mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat kepada penduduk Yahudi di Khaibar.
Menelusuri Jejak Khaibar
Saksi Kemenangan Kaum Muslimin
Menurut Ibnu Ishaq, dalam suratnya itu Rasulullah SAW mengajak Yahudi Khaibar untuk masuk Islam. Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan kepada mereka bahwa dalam kitab-kitab Yahudi juga tercantum tentang adanya nabi yang diutus di akhir zaman. Namun, ajakan dakwah Nabi SAW itu ditolak dan diabaikan. Bahkan, mereka pun tak mau meminta maaf atas kesalahannya dalam Perang Ahzab.
Yahudi Khaibar benar-benar telah memilih jalan permusuhan dan peperangan. Ancaman itu pun mendapat perhatian serius dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW memerintahkan penumpasan terhadap para tokoh Yahudi di Khaibar yang menggelorakan permusuhan dan peperangan terhadap umat Islam. Abdullah bin al-Atiq – seorang sahabat – berhasil membunuh Salam bin Abdul Haqiq.
Upaya untuk menyingkirkan para provokator dan dalang intelektual di balik sikap permusuhan Yahudi Khaibar tak membuat ancaman terhadap kaum Muslimin mereda. Untuk itulah, pasukan kaum Muslimin yang berbasis di Madinah bertekad untuk menaklukan wilayah Khaibar.
***
Ada tiga versi tentang tahun terjadinya pertempuran Khaibar. Ibnu Ishaq berpendapat Perang Khibar terjadi pada tahun ke-7 Hijiriyah. Sedangkan, Al-Waqidi menyebutkan perang itu terjadi pada Safar atau Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriyah. Az-zuhri dan Imam Malik meyakini perang itu terjadi pada Muharram tahun ke-6 Hijiriyah.
Penaklukan Khaibar langsung dipimpin Rasulullah SAW. Pasukan kaum Muslimin, menurut Dr Akram, bergerak sambil mengagungkan Allah SWT. Mereka bertakbir dan bertahlil dengan suara keras.Lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar para sahabat merendahkan suara mereka.
Nabi SAW bersabda, ‘’Kalian berdoa kepada Zat Yang Maha Mendengar, Maha Dekat, serta selalu bersama kalian. Menurut Dr Akram, fenomena itu menunjukkan betapa para sahabat memiliki semangat juang yang begitu tinggi. Keberanian mereka diperkokoh dengan nilia-nilai keimanan. Mereka berjuang untuk mendapatkan ridha dari Sang Khalik.
Kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Khaibar tak lepas dari dukungan dari para Muslimah pemberani. Mereka mendukung perjuangan pasukan kaum Muslimin dari belakang. Para Muslimah pemberani yang berjasa dalam penaklukan Khaibar itu antara lain Umayyah binti Qais Al-Ghiffariah.
Keberanian Umayyah binti Qais al-Ghiffariah untuk membela agama Allah SWT patut diteladani. Di usianya yang masih belia, wanita pemberani itu turun ke medan perang untuk membantu dan merawat para sahabat yang terluka. Rasulullah SAW pun menyematkan sebuah kalung di leher Umayyah, setalah berakhirnya Perang Khaibar, sebagai tanda kekaguman atas pengorbanan dan keberanian sang mujahidah.
Pada tahun ke-7 Hijriyah atau 629 M, pasukan Rasulullah SAW bertempur melawan orang-orang Yahudi yang tinggal di Oasis Khaibar. Perang itu terjadi tak lama setelah Perjanjian Hudaibiyah.
Mendengar pasukan Muslimin akan berangkat ke medan perang, Umayyah bersama beberapa wanita dari Bani Ghiffar lalu menghadap Rasulullah SAW. ''Wahai Rasulullah, kami ingin keluar bersamamu – ke Khaibar -- kami ingin mengobati mereka yang luka dan menolong kaum Muslimin semampu kami,'' ujar Umayyah seperti dituturkan Ibnu Hisyam dalam ''Para Syuhada Wanita Khaibar dan Kisah Wanita dari Suku Ghiffar.''
Rasulullah SAW pun menjawab, ''Berangkatlah atas berkah Allah SWT.'' Saat itu, usia Umayyah masih belia. ''Berangkatlah kami bersama beliau. Saat itu saya masih seorang gadis kecil,'' ungkap Umayyah. Di perjalanan, Rasulullah membonceng Umayyah di atas kudanya.
Selain Umayyah, Muslimah lainnya yang turun ke medan Perang Khaibar adalah Ummu Aiman. Ia seorang perempuan yang berhasil menggabungkan dua jihad sekaligus, yakni jihad di medan perang dan jihad dalam pendidikan. Jihad di medan perang dibuktikannya dengan keikutsertaannya dalam Perang Uhud dan Perang Khaibar. Ia bertugas menyiapkan minum bagi para pejuang yang kehausan dan mereka yang terluka.
Muslimah pemberani lainnya adalah Rufaidah Al-Anshariyah, seorang perintis dunia keperawatan Islam. Ketika umat Muslim harus turun ke medan perang untuk membela agama Allah, seperti Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar, dengan penuh keberanian Rufaidah turun ke medan pertempuran.
Ia berada di garis belakang untuk membantu tentara Islam yang terluka akibat perang. Rufaidah pun mendirikan rumah sakit lapangan, sehingga Rasulullah SAW memerintahkan korban yang terluka dirawat oleh Rufaidah. Selain itu, ia juga menyebarkan ilmu yang dimilikinya. Begitulah para Muslimah membantu pasukan tentara Muslim dalam Perang Khaibar.
Sumber: Republika yg dirangkum menjadi satu Dan Gambar di edit oleh Jogjakartaheart
0 komentar:
Posting Komentar
APA KOMENTAR ANDA KLIK DISINI
Related Post: